Lentera

Jangan pernah menunggu sesuatu yang sempurna, namun sempurnakanlah 'apa yang sudah ada' dan syukurilah dengan ikhlas 'apa yang sudah kita miliki' sebagai modal untuk memuliakan-Nya

#30HARIBERCERITA : PERSPEKTIF

Untuk menjustifikasi sesuatu dibutuhkan banyak perspektif. Kalian tahu, apa yang menjadi alasan utamanya?

Pertama, kalian tentu mengenal Lego. Sebuah permainan yang terdiri dari kepingan plastik kecil yang dapat dibentuk menjadi berbagai model yang diinginkan. Dalam hal justifikasi, model adalah sesuatu yang akan kalian justifikasi. Namun, apa yang harus kalian lakukan? Ya, menyusun kepingan plastik kecil tersebut sedemikian rupa sehingga diperoleh model tersebut. Kepingan plastik kecil tersebut ibarat perspektif yang kalian kumpulkan satu per satu, hingga terbentuk gambaran yang jelas mengenai sesuatu hal yang ingin kalian justifikasi.

Kedua, kalian tentu mengetahui bitmap. Suatu citra grafis yang terdiri dari titik-titik. Setiap titik memiliki satu bagian warna dari citra grafis tersebut. Menariknya, satu titik itu ketika dipandang dengan mata seakan tak ada artinya. Begitulah kita terkadang memandang perspektif seseorang. Padahal, satu titik hilang, citra grafis yang terbentuk juga akan tidak seperti yang diinginkan. Kerapatan setiap titik itu menjadi resolusinya. Semakin tinggi resolusinya, semakin baik kualitas gambarnya. Ibarat semakin dekat hubungan antar-perspektif, akan semakin baik justifikasi kalian terhadap citra grafis tersebut.

Ketiga, kalian tentunya tidak asing dengan integral, bukan? Konsep matematika yang satu ini juga menjelaskan tentang pentingnya perspektif. Luas sebuah kurva atau volume suatu benda putar pasti diselesaikan dengan integral. Konsep integral adalah membentuk inkremen dari suatu bentuk, kemudian menjumlahkannya sepanjang dari ujung awal hingga ujung akhir. Secara numeris, semakin kecil inkremen yang dibuat, semakin teliti hasil yang diberikan. Demikian juga perspektif. Perspektif yang kita peroleh, setidaknya akan kita jumlahkan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang diperlukan dalam menjustifikasi bentuk tersebut. Inkremen yang dibentuk biasanya hanya sebuah persegi panjang, namun semakin dijumlahkan semakin banyak bentuk kurva tak beraturan lain yang bisa dibentuk. Begitupun perspektif seharusnya dipandang.

Masih banyak contoh yang lainnya. Pasti kalian dapat menyebutkannya, bukan?

#30HARIBERCERITA : OPEN-MINDED

Kalian pernah beradu argumen mengenai sesuatu hal dengan orang lain? Saling memberikan opini selogis mungkin, untuk menarik kepercayaan lawan bicara atau publik? Tentu merupakan hal yang biasa, bukan?

Ya. Sebelum masuk pada intinya, mungkin aku akan mencoba menceritakan salah satu memori penting yang pernah terjadi sekitar 4 tahun yang lalu di sebuah laboratorium biologi. Bukan sebuah aksi konyol atau menegangkan yang biasanya terjadi di sebuah laboratorium, namun sebuah perkataan dari seorang guru biologi favoritku yang masih terngiang dalam benakku sampai saat ini.

“Genetis adalah sebuah alasan utama yang akan diucapkan bagi para ilmuwan biologi, ketika sesuatu fakta biologis tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.”

Dan penalaranku berkata bukan karena tidak dapat dijelaskan, namun belum ada yang mampu untuk membuktikannya, atau kemungkinan lainnya, ilmuwan tersebut belum mengetahuinya. Aku pikir itu terlalu merendahkan, namun bukan itu maksudku. Aku hanya ingin menyampaikan suatu peluang.

Saat ini, aku merasakan hal tersebut dalam dunia sosial. Kalian pernah bertanya pada seseorang, kemudian dia hanya menjawab, “Ya, emang sudah begitu, mau gimana lagi?” atau yang setipe dengan itu? Pasti sering, bukan?

Di lain pihak, kalian pasti pernah mengungkapkan alasan, kemudian lawan bicara kalian tidak setuju dan berkata, “Ayolah, be open-minded!” atau yang setipe dengan itu.

Ya, open-minded bagiku menjadi frasa yang mirip dengan genetis yang ku terima 4 tahun yang lalu. Frasa yang cukup relatif apabila diterima oleh otak-otak yang berbeda. Bahkan, ketika kita dilontarkan kata “be open-minded”, kita seringkali merasa open-minded yang seperti apa, padahal kita sudah merasa terlalu berpikir terbuka.

Dan sekarang, semakin banyak orang menggunakan frasa itu, untuk mencari pembenaran akan sesuatu hal yang dianggap tabu oleh masyarakat.

#30HARIBERCERITA : MINDSET

Hai, para penentang perubahan!

Ada sebuah opini baru berkaitan dengan ‘kalian’ hari ini. Mungkin sebuah kebetulan, aku bisa berhadapan dengan buku karya Rhenald Kasali. Namun, aku tidak percaya kebetulan. Semuanya pasti sudah ada yang mengatur.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa mindset adalah set of assumption, sehingga mindset terdiri atas asumsi-asumsi yang dianut seseorang dan sudah tidak cocok dengan kebutuhan yang baru yang mana dalam banyak hal, mereka terkurung oleh pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan sendiri (Rhenald Kasali, 2017). Dan berkaitan dengan perubahan, pasti akan ditemukan dua kelompok berbeda, penerima dan penentang.

Carol Dweck seorang ahli perilaku dari Stanford mengamati ada  kecenderungan pada penentang perubahan adalah seorang fixed mindset dimana ia merasa sudah selesai. Namun, seorang growth mindset akan cepat beradaptasi menerima hal-hal yang baru. Sehingga, memang benar kata orang-orang di luar sana sebagaimana juga saya kutip dari tulisan Rhenald Kasali bahwa orang bodoh tidak akan selamanya bodoh, demikian pula dengan orang pintar. Semuanya berada dalam lintasan sirkular yang selalu berubah secara relatif terhadap waktu.

Dan perlu dicatat, pintar yang dibutuhkan dalam era saat ini bukan pintar yang stagnan, namun lebih kepada pintar yang mampu untuk ditumbuhkembangkan. Itulah mengapa sangat baik selalu merasa bahwa kualitas kecerdasan diri belum apa-apa, sebagai sebuah sinyal untuk terus mau belajar dan siap menerima tantangan-tantangan baru serta menjadikan orang lain yang lebih hebat menjadi tempat untuk belajar.